Rabu, 13 Mei 2009

Akhlak, Etika, Moral, Norma dan Nilai


Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.
Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, norma, etika, moral dan nilai.

A. AKHLAK
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.

Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.

Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.

Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara

Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.

B. ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.

Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. 

Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal. 

Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

C. MORAL
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. 

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

D. NORMA

Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret

Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis

E. NILAI
Dalam membahas nilai ini biasanya membahas tentang pertanyaan mengenai mana yang baik dan mana yang tidak baik dan bagaimana seseorang untuk dapat berbuat baik serta tujuan yang memiliki nilai. Pembahasan mengenai nilai ini sangat berkaitan dangan pembahasasn etika. Kajian mengenai nilai dalam filsafat moral sangat bermuatan normatif dan metafisika.

Penganut islam tidak akan terjamin dari ancaman kehancuran akhlak yang menimapa umat, kecuali apabila kita memiliki konsep nilai-nilai yang konkret yang telah disepakati islam, yaitu nilai-nilai absolut yang tegak berdiri diatas asas yang kokoh. Nilai absolut adalah tersebut adalah kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang akan mengantarkan kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat secara individual dan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
• Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
• Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004
• Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988

Minggu, 10 Mei 2009

Membangun Moral Bangsa


Oleh : Dr. Tarmizi Taher*

Dari mana kita mulai membangun bangsa ini? Pembangunan kembali negeri ini harus mulai dari etika, moral, dan nilai. Prof Sutan Takdir Alisyahbana, pemikir hebat Indonesia, waktu dikejar oleh Bung Karno membuat tesis di Stanford University dengan judul Values as Integrating Forces in Personality, Society and Culture.

Kebudayaan dapat dipandang sebagai kumpulan nilai-nilai. Kebudayaan adalah etika dan moral serta budi pekerti masyarakat. Dalam bahasa barat, culture dan civilization tidak ada hubungan langsung dengan mind, moral,atau ethics. Hanya bahasa Indonesia yang mempunyai hubungan langsung antara budi dan kebudayaan. Jelas sekali bahwa bagi bangsa Indonesia kebudayaan dipengaruhi budi-daya.

Tetapi kenapa saat-saat ini kebudayaan kita bisa dikatakan cukup kacau. Kita bangsa yang dengan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”,tetapi kenapa media elektronik atau media cetak kita penuh dengan kesyirikan. Para kiai yang tampil di acara mengajar keagamaan kalah populer dengan ”kiai-kiai” yang mengejar hantu setiap malam di televisi. Kita mempercayai Tuhan Yang Mahagaib,tapi kenapa beberapa kiai kita menjadikan agama Islam sebagai ”agama misteri” bukan agama yang rasional.

Umat Islam saat ini mengalami pembodohan yang luar biasa secara teknologis. Dalam era globalisasi ini,setiap umat dan bangsa memasuki era kompetisi di bidang ilmu dan teknologi, sedangkan bangsa dan umat Islam di Indonesia, asyik mendalami dan mengejar tempat misteri dan sakti. Mari kita bangkit dari terpuruk menjadi manusia massal (istilah Adlers). Umat Islam harus kembali kepada nilai-nilai Islam supaya tidak tergelincir dalam kemajemukan bangsa dan hedonisme serta pornografi dunia dan media.

Saya menawarkan nilai atau etika dari Alquran surat Al-Mukminun 1–10.Dalam awal surat ini Allah menjamin kesuksesan hidup hamba-Nya atau masyarakat yang mempunyai sifat-sifat atau nilai-nilai: (1) Selalu memegang relasi vertikal; (2) Selalu produktif dalam hidup; (3) tidak terbawa arus hura-hura; (4) Selalu dermawan; (5) Selalu menjaga tindakan seksualnya secara sehat; (6) Selalu menjaga amanah (uang, jabatan, dan kepemimpinan).

Kalau kita sistematiskan, pesan Allah dalam surat Al-Mukminun itu, maka relasi yang secara moral dipegang manusia adalah human to God relations dan human relations. Dalammasyarakat Barat dengan sekularisme mereka,yang dijaga hanya human relations, sedangkan ”God was dead”. Namun, dengan era revival of religion(dari 1980 sampai kini),ternyata Barat makin yakin bahwa manusia tidak bisa bahagia tanpa agama. Selain itu, menurut Daniel Goleman, Emotional Intelligence adalah suatu publikasi psikologi,bagaimana jiwa anak-anak sejak kecil sudah harus disentuh (touch) dengan rasa keagamaan.

Dari Emotional Intelligence saat ini berlanjut ke spiritual intelligence.Menurut ahli manajemen Barat,saat ini yang tepat,”Leading the people with your soul.” Barat makin mendekati spiritualitas dengan ilmiah,sedang bangsa dan umat Islam makin mendekati spiritualitas dengan ”orang pintar”yang secara intelektual tak pintar,alias dukun. Dalam menghadapi tantangan ini, marilah menjadikan Alquran dan Sunah sebagai referensi utama kejiwaan dalam membangkitkan Islam dan bangsa yang cerdas dan beriman. Dalam Surat Al-Mujaadilah ayat 11, Allah berfirman, ”Derajat umat Islam akan meningkat dengan iman dan ilmu.

” Karena itu,di dalam mendidik dan mengatasi problema dan constraints bangsa Indonesia, kita harus sabar dan berpikir jernih serta sistematis. Tidak perlu kita putus asa dan pesimis terhadap dampak buruk dari globalisasi. Umat dan bangsa ternyata tidak meletakkan 'values' sebagai integrating forces dalam membangun kepribadian masyarakat dan kebudayaan ”sebagai prioritas”.

Kita patut bersyukur bahwa para psikiater di negeri ini telah memulai memutar prioritas ”values” etika dan moral itu dalam membangun budaya masyarakat madani pada khazanah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terakhir, marilah kita membangun dan membina persatuan umat dan bangsa, membangun persatuan dan kesatuan dalam masyarakat majemuk sulit dan butuh kesabaran serta keadilan.Jangan ciptakan tirani mayoritas atau tirani minoritas dengan cara-cara tak sehat.

*Mantan Menteri Agama RI Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia
 

Sumber : Seputar Indonesia.com

MAKNA SEBUAH SIKAP

Oleh: Elly Sumantri

Kita terkadang terlalu berani mengambil resiko terjun pada arena yang kita sendiri belum tahu medannya, dan sebaliknya terlalu pengecut untuk terjun ke arena setelah kita mengetahui medan


Saat Dzul Qornain dan bala tentaranya mwmasuki sebuah gua untuk mencari mata air ‘ainul hayat, maka mereka terhenti pada sebuah tempat yang apabila tempat itu diinjak baik olek kaki manusia ataupun oleh kaki kuda ia mengeluarkan suara gemericik. Tiba-tiba terdengar suara yang mengatakan, “semua kalian yang ada di sini, saat keluar nanti kalian akan menyesal.” Mereka tidak mengerti maksud ucapan dari salah satu mereka itu yang ternyata Nabi Khidir as yang memang ketika itu bersama-sama mereka sebagai penasehat raja. Karena penasaran, sebagian mereka ada yang mengambil banyak benda gemericik tersebut, ada yang mengambil sedikit dan ada juga yang tidak mengambil sama sekali karena mereka anggap tidak ada gunanya.
Benarlah, setelah keluar dari gua tersebut mereka semua menyesal. Yang mengambil banyak menyesal tidak mengambil lebih banyak lagi, yang mengambil sedikit menyesal tidak mengambil seperti teman-teman mereka yang mengambil banyak, terlebih lagi yang tidak mengambil sama sekali. Pasalnya benda yang mengeluarkan suara gemericik apabila diinjak tersebut ternyata intan. Untuk masuk kembali ke dalam gua mereka perlu berjuang dari awal melawan hawa dingin, pengap dan gelap. Ditambah lagi raja mereka Dzul Qornain yang tidak mengetahui hal tersebut telah mengajak mereka pulang.
Beranjak dari kisah di atas terlepas dari benar atau tidaknya maka setiap kita harus memiliki sikap. Sikap biasanya muncul dari sebuah prinsip hidup dan prinsip hidup lahir dari ideology yang kuat. Kekuatan ideology menjadikan seseorang tegar dalam menghadapi tantangan hidup ini apapun yang terjadi. Apabila kekuatan ideology, ketajaman prinsip serta kematangan sikap dikombinasikan akan muncul suatu instrument besar. Instrument ini yang akan memicu kekuatan besar.
Begitu besar makna sebuah sikap sehingga tak mudah bagi kita untuk dapat menentukannya secara pas. Adakalanya kita sendiri yang melanggar prinsip-prinsip hidup kita sehingga yang menjadikan sikap kita berubah , tidak sesuai dengan hati nurani. Sebenarnya factor ideology yang seharusnya mendominasi hidup kita. Islam tidak sekedar rutinitas di masjid, Islam adalah sebuah system yang di dalamnya ada ideology, kekuatan, baik kekuatan dalam bentuk fisik maupun strategi (fikriyah). Islam mengajarkan kita akan sikap yang tegas. Sebagaimana di dalam Al Quran Surat Al Kaafiruun:

1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”

Surat ini menggambarkan dan mengajarkan kita bagaimana sebuah sikap dan prinsip dibangun sekaligus. Sikap tidak ingin menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir begitupun sebaliknya orang-orang kafir bukanlah penyembah sesembahan orang-orang mukmin yaitu Rabb yang Esa, Allah SWT. Prinsipnya jelas “untukmu agamumu dan untukku agamaku.” Ideologynya adalah Al-Islam yang sangat kuat menghunjam ke dalam hati.
Kita tentu tidak ingin menyesal seperti para tentara Dzul Qornain dalam kisah di atas. Kita tentunya ingin keberuntungan yang selalu dilimpahkan kepada kepada kita. Tapi celakanya kita terkadang terlalu berani mengambil resiko terjun pada arena yang kita sendiri belum tahu medannya, dan sebaliknya terlalu pengecut untuk terjun ke arena setelah kita mengetahui medan karena ketakutan yang dibuat-buat.
Begitupun para penguasa negeri ini. Ketika kita baru saja merasakan nikmatnya kemerdekaan dalam beberapa decade saja, para pemimpin negeri ini telah berani mengambil resiko dengan pinjaman luar negeri jangka panjangnya, sedangkan akibatnya tidaklah terlalu dipikirkan. Akibatnya, sepanjang tahun kita harus membayar hutang tersebut yang semakin hari semakin membengkak akibat bunga dan penurunan nilai mata uang rupiah. Eksploitasi Sumber Daya Alam selama ini ternyata untuk kepentingan luar negeri saja.
Di lain sisi, pememrintah tidak berani mengambil resiko memanfaatkan SDA yang ada dengan pengelolaan sendiri. Pemerintah kurang sabar untuk memperoleh keuntungan dari eksploitasi alam. Alasannya SDM yang tidak memadai serta peralatan yang juga tidak mencukupi. Mengapa kita tidak mencontoh Malaysia? Malaysia, selama ia mengimpor tenaga pendidik dari Indonesia bersamaan dengan itu pula pemerintahnya menyekolahkan guru-guru atau calon guru mereka ke luar negeri demi kemajuan negeri mereka ke depan. Buktinya saat ini Malaysia menjadi salah satu Negara industri yang cukup pesat kemajuannya di Asia bahkan dunia. Bila kita mencontoh strategi yang dilakukan Malaysia, maka saat ini tambang-tambang kita tidaka akan dikuasai oleh pihak asing. Tambang-tambang emas kita bukan hanya sekedar terkenal dengan nama tempatnya tapi tidak akan dikuasai pleh Amerika karena SDM kita juga memadai.
Bila kita tidak ingin merugi maka cukuplah kita belajar dari Q.S. Al Ashr. Siapa mereka? Orang-orang yang beriman, beramal sholeh, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran. Alih-alih seperti itu, pemerintahan kita justru pemerintahan dictator anti nasehat, baik Soekarno maupun Soeharto.
Sekali lagi, ideology, prinsip dan sikap harus berjalan seiring seirama untuk memunculkan instrument besar. Instrument besar ini akan melahirkan kekuatan besar dan akhirnya keseimbangan dalam berfikir menuju suatu perubahan.

1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Wallahu a’lamu bi showab.

SEKILAS TENTANG PELATIHAN KAPMEPI

METODE PEMBELAJARAN

Pelatihan Pengembangan Moral Etika Pemuda Indonesia ini akan dilaksanakan dengan mengkombinasikan metode indoor dan outdoor activity, dengan dikemas berdasarkan prinsip:

1. Andragogi; 
yakni proses belajar bagi orang dewasa. Dengan metode ini, peserta tidak dijejali dengan teori-teori yang rumit, tetapi justru teori-teori tersebut muncul secara tidak disadari. 

2. Discovery Approach;
Yakni pendekatan penemuan. Disini narasumber bukan sekedar bertindak sebagai penyaji materi, melainkan sebagai fasilitator yang atraktif dan komunikatif. Pesertalah yang akan menemukan sendiri potensi dan kesimpulannya.

3. Experiental learning;
peserta mengalami sendiri proses belajar yang melibatkan auditory, visual, dan kinestetik melalui games, simulasi, tantangan, outbound, mendengarkan musik, menonton film, dsb. Walaupun bersifat entertainment, peserta akan mendapatkan pengetahuan dan motivasi serta langsung dihantarkan pada aplikasi dan hikmahnya dalam aktivitas pekerjaan.

4. Role Play
Menjelaskan suatu permasalahn dengan mendemontrasikan atau mendramakan.

5. Study Lapangan 

Peserta akan diterjunkan langsung kelapangan untuk mempraktekan skill yang telah d idapatkan selama pelatihan, mengamati, menganalisa dan menyimpulkan.

MATERI

A. KEBIJAKAN KEMENEGPORA

     1. Kebijakan Kepemudaan

     2. Legalitas & Pengukuhan Kelembagaan KAPMEPI 

B. KEORGANISASIAN KAPMEPI


C. KONSEP PEMAHAMAN MORAL ETIKA :
    1. Peran Seni dan Budaya dalam membangun karakter bangsa
    2. UU Anti pornografi dan pornoaksi
    3. Penanggulaan Korupsi
    4. Metodologi penguatan moral etika

D. MATERI PENINGKATAN MORAL ETIKA :
    1. Heart Intelligence Training
    2. Character Building:
         a. Personality Style
         b. Effective Communication Skill
         c. Personality Building Excercise

E. MATERI LATIHAN & PENGAMALAN MORAL ETIKA:
    1. Team Building (Outbound Experiential Learning) 
    2. Study Lapangan
    3. Diksusi & Workshop
   

SARANA BELAJAR

Sarana belajar dalam ruang (indoor) yang digunakan antara lain :
1. Makalah / buku panduan / Modul
2. Lembar kasus
3. Lembar Personality Style Assesment
4. Formulir / blanko / angket
5. Lembar evaluasi
6. Multimedia ( Laptop, LCD, Screen )
7. Sound System ( 1500 watt )

Perlengakapan peserta terdiri dari:
1. Kaos Olahraga
2. Tas
3. Seminar Kit
4. Sertifikat peserta


UNSUR PENILAIAN

Kelulusan peserta ditentukan berdasarkan unsur-unsur sbb :
1. Aspek Kognitif
2. Aspek Afektif
3. Aspek Psikomotorik
4. Tugas kelompok
5. Kedisiplinan